Dalam rangka menuju kegiatan Biennial Scientific Meeting (BSM), Lembaga Demografi FEB UI dan Indonesian Health Economist Association (InaHEA) menyelenggarakan webinar yang mengangkat topik “Transformasi Kesehatan melalui Undang-Undang (UU) Kesehatan” pada Senin (28/8).
Webinar ini menghadirkan narasumber Wakil Menteri Kesehatan RI, Deputi Bidang Kebijakan Penjaminan Manfaat BPJS Kesehatan, Guru Besar FKM UI, dan dipandu oleh Dinda Srikandi Radjiman, SKM., M.Si selaku peneliti Lembaga Demografi FEB UI.
Kegiatan ini dibuka oleh Dr. Abdillah Ahsan, Kepala Lembaga Demografi FEB UI dan Teguh Dartanto, Ph.D, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Dr. Abdillah berharap webinar ini dapat menjadi forum untuk menyebarluaskan dan mendiskusikan peluang dari implementasi UU Kesehatan untuk mentransformasikan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia agar semakin membaik. Selaras dengan pernyataan tersebut, Teguh Dartanto menggarisbawahi bahwa sistem kesehatan merupakan aspek yang krusial dalam pembangunan suatu negara.
Forum diawali dengan pemaparan dari Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D, Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia saat ini. Prof. Dante membagi pemaparannya menjadi dua poin bahasan, yaitu Strategi Pemulihan Pasca COVID-19 yang dilakukan oleh Indonesia ketika status pandemi berubah menjadi endemi diumumkan oleh Presiden pada 21 Juni 2023. Strategi ini diadaptasi dari strategi WHO dan terdiri dari 4 pilar yang mencakup surveilans, terapeutik, vaksinasi, dan protokol kesehatan. Pada poin kedua, Prof. Dante menjelaskan agenda transformasi kesehatan di Indonesia.
Terdapat 6 pilar, yaitu (1) Transformasi Layanan Primer, upaya menciptakan layanan kesehatan yang berfokus pada pencegahan, (2) Transformasi Layanan Rujukan, upaya mempermudah masyarakat mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas, (3) Transformasi Sistem Ketahanan Kesehatan, upaya meningkatkan kemandirian nasional di sektor farmasi dan alat kesehatan, (4) Transformasi Sistem Pembiayaan Kesehatan untuk mengoptimalkan pendanaan kesehatan, (5) Transformasi SDM Kesehatan dengan meningkatkan produksi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang berkualitas, serta (6) Transformasi Teknologi Kesehatan sebagai upaya mewujudkan digitalisasi system kesehatan dan meningkatkan inovasi teknologi kesehatan.
Pemaparan selanjutnya disampaikan oleh dr. Ari Dwi Aryani, M. KM., AAK, Deputi Direksi Bidang Kebijakan Penjaminan Manfaat BPJS Kesehatan. Berdasarkan kondisi saat ini yang diliputi tantangan serta perkembangan teknologi yang memengaruhi aspek kesehatan masyarakat, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menjadi faktor penting. Kesadaran akan hal tersebut terlihat dari progres akses jaminan kesehatan di Indonesia yang lebih cepat bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Namun, dari perspektif peserta JKN, terdapat berbagai tantangan dalam implementasi jaminan kesehatan masyarakat terutama dalam hal pelayanan.
Oleh karena itu, sesuai mandat Presiden untuk adanya perbaikan mutu layanan JKN, BPJS Kesehatan dan seluruh jajaran di fasilitas kesehatan berkomitmen melakukan transformasi layanan menjadi lebih mudah, cepat, dan setara. Pascapandemi COVID-19, BPJS Kesehatan juga berperan dalam skrining riwayat kesehatan dan skrining kesehatan, penjaminan pelayanan, program pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) khususnya untuk penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi, telekonsultasi, dan antrean online. Selain itu, BPJS Kesehatan juga tengah berupaya melakukan penguatan fungsi promotif preventif dan terus menjaga keberlangsungan program jaminan kesehatan di Indonesia.
Narasumber selanjutnya adalah Prof. dr. Ascobat Gani, MPH., Ph.D, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Prof. Ascobat menjelaskan perkembangan Sistem Kesehatan Nasional yang diterapkan di Indonesia. Sistem kesehatan nasional terdiri dari tata kelola, fasilitas kesehatan, SDM kesehatan, teknologi kesehatan, peran serta, pembiayaan kesehatan, dan sistem informasi. Selain itu, Prof. Ascobat juga menjelaskan isu dan tantangan pembiayaan kesehatan di Indonesia. Tantangan tersebut antara lain, transisi demografi, ageing population, ancaman pandemi, dan peningkatan kasus penyakit tidak menular (PTM).
Dengan demikian, diperlukan standardisasi layanan untuk menentukan biaya yang harus dikeluarkan BPJS Kesehatan. Pemaparannya ditutup dengan menyatakan bahwa dengan disahkannya UU Kesehatan yang baru, diharapkan dapat membuat sistem ketahanan nasional menjadi kuat dan tangguh. Prof. Ascobat menekankan, sistem kesehatan nasional dikatakan “tangguh” apabila mampu menghadapi krisis dan mampu mempertahankan pelayanan kesehatan yang esensial.
Pada sesi diskusi dan tanya jawab, para narasumber dan peserta webinar sepakat dengan peran penting upaya promotif dan preventif dalam transformasi sistem kesehatan. Pengalaman COVID-19 telah menunjukkan bahwa system pembiayaan kesehatan yang berorientasi kuratif tidak cukup mampu menahan masalah kesehatan pada situasi wabah/pandemi. Selain itu, pada isu bahan baku obat/farmasi, diperlukan adanya hilirisasi produksi pengobatan untuk mewujudkan kemandirian farmasi yang dapat diwujudkan dengan melakukan research and development secara masif terhadap produksi obat di Indonesia.
Diskusi diakhiri dengan menghasilkan simpulan dan harapan agar terbitnya UU Kesehatan mampu membangun kualitas kesehatan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik dan menjadikan masyarakat sebagai subjek pembangunan kesehatan dalam mencapai pemerataan kesehatan di Indonesia.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi narahabung:
Finda Prafianti, S.Sos.
Corporate Secretary Lembaga Demografi FEB UI
corsec@ldfebui.org
08119692610